Senin, 11 Oktober 2010

Dangkal Pikiran (As-Sath-hiyyah)


 Oleh, Dalia Risywan

Dangkal pikiran sifat yang sudah tersebar luas di tengah masyarakat Arab. Sedikit sekali yang mampu lepas dari penyakit ini. Karena sedikit yang bisa melepaskan dari penyakit ini maka belum cukup untuk membangkitkan kembali peradaban arab-islam. Sifat ini bukan tanpa sebab. Sebab terpenting munculnya adalah kesalahan dalam mendidik yang menanamkan pemikiran konsumtif pada akal generasi muda. Serta, pendidikan yang menanamkan persepsi bahwa bekerja itu berat, tidak enak. Padahal, manusia diciptakan untuk itu, hingga bisa memakmurkan bumi. Juga persepsi bahwa berpikir juga pekerjaan berat. Setiap orang harus menjadi orang makmur. Sehingga akan menghindarkannya dari semua beban berat tersebut. Ditambah lagi, arus media negara-negara arab yang mengalir mengikuti keinginan banyak orang yang membentuk daya tarik yang diinginkan oleh naluri manusia, bukan daya tarik yang dibutuhkan manusia untuk membangun masyarakat. Sekalipun keduanya sama-sama punya daya tarik. Namun pilihan kedua membutuhkan usaha yang lebih keras. Pada akhirnya, yang mudahlah yang akan dipilih. Dengan mengabaikan pertimbangan, bahwa daya tarik pertama berpotensi menghancurkan sedang daya tarik kedua berpotensi membangun. Pilihan ini sendiri adalah bentuk kedangkalan pikiran.
Masalah terbesar adalah bahwa media massa menjadi begitu terbuka. Setiap orang yang mempunyai fasilitas internet atau hand phone (HP) membuatnya dapat mengekspresikan pikirannya, sekalipun masih dangkal, sekaligus punya daya tarik sehingga bisa menarik banyak orang yang tertarik pada pemikirannya tersebut. Bahkan bisa mempengaruhi kepribadian orang yang belum jelas kepribadiannya. Sehingga semakin tersebarluaslah pemikiran dangkal tersebut. Sebaliknya, sosok para pemikir dan orang bijak yang jumlahnya begitu banyak seolah-oleh tak terlihat dalam penglihatannya.

Dangkal pikiran adalah berpikir terbatas pada bentuk lahir suatu peristiwa tanpa mau menyelami kedalamannya dan makna-makna yang dikandungnya untuk memunculkan solusi yang benar dan bervisi jauh ke depan dalam berinteraksi dengannya. Ia sama dengan kegagalan mencapai pemikiran obyektif, atau pemikiran sebenarnya, atau mendekati sebenarnya mengenai suatu peristiwa di dunia sekeliling kita, baik pada taraf pribadi seperti manejemen suami mengatasi masalah keluarga atau direktur mengatasi manjemennya, sampai pada taraf yang lebih umum, berbagai fitnah yang terjadi antarsuku, agama, madzhab, atau kelompok manusia yang mempunyai aqidah beraneka macam. Pemikiran dangkal adalah melihat dari satu arah dan biasanya, lebih pendek dan lebih mudah.
Namun bila kita hidup di dunia yang penuh kedustaan, trik, kilah, dan penampakan tanpa berwujud; dunia penuh tendensi tersembunyi, maka bagaimana seseorang bisa nyaman dan rela menjadi orang yang berpemikiran dangkal? Apakah kegagalan pendidikan dalam berinteraksi dengan masalah ini bisa menjadi pembenar yang cukup untuk menjadikan seseorang cenderung kepadanya? Ataukah ia harus mengembangkan akalnya untuk bisa menyibak jalan di tengah rumitnya kehidupan dengan kemampuan akal yang dibutuhkannya? Dan Mengapa seseorang tidak berijtihad untuk memperbaiki kemampuannya agar bisa berinteraksi dengan informasi yang mengelilinginya dengan lebih mendalam? Apakah manusia dilahirkan sudah berbekal ilmu ataukah ilmu itu baru diperolehnya setelah berjalannya waktu? Mengapa ia berusaha memperoleh ilmu pengetahuan di bidang-bidang yang tidak perlu namun ia pura-pura tidak tahu akan keahlian yang membuatnya mampu hidup dengan baik?
Ciri-ciri yang membedakan orang yang berpemikiran dangkal adalah banyak waktu kosong atau tidak adanya aktivitas yang beragam atau orang yang hanya menjalankan siklus makan, minum, dan kerja, perhatiannya hanya pada hal-hal kecil, tidak mampu diam mendengarkan orang lain berbicara di samping banyak memotong pembicaraan dan sibuk membela diri (dan dalam banyak kondisi pembelaannya terkesan agresif), dan tidak mampu menerima perbedaan pendapat.
Gaya membela diri antara satu orang dan lainnya jelas berbeda-beda. Namun mayoritas orang yang mengidap penyakit dangkal pikiran cenderung membela diri dengan cara merendahkan, meremehkan, menghina, membodoh-bodohkan atau mencela lawan bicara dan keluar dari konteks masalah yang didiskusikan kepada menyakiti lawan bicara.
Ada banyak sebab yang menjadikan akal berhenti pada hanya melihat bentuk lahir dan tafsiran yang terlihat jelas dari suatu peristiwa dan berikutnya menghalanginya dari masuk ke balik layar peristiwa tersebut.
Saya menemukan bahwa sifat terbagi menjadi dua golongan. Pertama, mengandung sifat-sifat insihabiyah (menarik diri) yang menarik orang keluar medan pemikiran karena suatu sebab. Kedua, sifat-sifat agresif (‘udwaniyyah) yang mendorong pemiliknya menuju medan pemikiran dengan hanya mengadopsi satu pendapat dengan tujuan membungkam pendapat-pendapat yang lain.
Inilah sebab-sebab Kedangkalan pikiran: 
Sifat-sifat insihabiyah (menarik diri)
o       Sedikitnya sumber bacaan dan ilmu pengetahuan: Ini sebab terpenting yang berpengaruh negatif terhadap masyarakat dari banyak sisi. Di antaranya, mengakibatkan kepada kedangkalan pikiran. Karena kedalaman pikiran akan melahirkan ilmu pengetahuan, memahami pola pikir, berbagai sisi pandang dan kajian dalam banyak bidang yang beraneka ragam dari kehidupan. Yang ini akan mengingatkan akal akan adanya sisi-sisi pandang lain yang mungkin diambil orang untuk menyelesaikan satu persoalan.
o       Malas: Malas berpikir tidak bisa dipisahkan dari malas bekerja dan malas membantu orang lain. Malas dari segala sesuatu sifat yang membuat pemiliknya maunya selalu enak-enakan. Maunya duduk-duduk tidak berbuat apa-apa. Sifat ini sebab paling mendasar bagi orang yang berpemikiran dangkal.
o       Takut: Takut bukan hanya kita rasakan ketika melihat sesuatu yang menakutkan. Tetapi terkadang rasa takut bersembunyi dalam jiwa. Sehingga membuatnya lumpuh dari berpikir karena khawatir dari akibat. Hal itu untuk mengokohkan sikap-sikap lama dalam mati rasa yang membuat orang takut terulang tanpa sadar. Sehingga menghalangi dirinya secara otomatis dari keluar ke medan pemikiran dan khayalan yang amat luas karena takut dari sesuatu yang diketahuinya dan tidak mampu ia hadapi kecuali dengan keinginan kuat atau campur tangan kedokteran.
o       Bertumpu/mengandalkan orang lain: Saling menanggung, terikat, memberikan bantuan, dan menerimanya bukanlah aib bahkan itu dianjurkan agama kita. Adapun sikap bertumpu pada orang lain dalam segala sesuatu, sampai dalam berpikir, akan membuat akal benar-benar tidak berfungsi sehingga tidak bisa berpikir dengan baik. Ia ingin ada orang yang mengelurkan akalnya dari kepalanya untuk diisi dengan pemikiran-pemikirannya. Ia tidak akan menolaknya sama sekali. Masalahnya bukan dalam hal menolak tetapi dalam hal mengikuti orang lain dan ia merasa cukup duduk bersanta-santai. Ia tinggal membuka kepalanya bagi siapa saja yang pertama kali sampai kepadanya untuk memberinya masukan pemikiran.
o       Frustasi: Seringkali orang memulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan menempuh jalan yang benar. Namun tiba-tiba terjadi benturan yang menyeretnya ke dasar dan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Dalam pandangan saya, perasaan frustasi, seolah-olah Anda mengikatkan sebuah batu yang sangat berat pada seseorang dan Anda lemparkan ke dasar laut. Inilah usaha keras yang dibutuhkan orang yang sedang frustasi supaya terlepas dari frustasinya dan berpikir dengan baik dan memotong tali yang mengikatnya dengan batu berat tersebut. Yang melakukannya adalah perasaan bersemangat. Perasaan ini mulai ketika manusia mempunyai tujuan yang disukainya dan ditunggu-tunggunya dan masih dalam jangkauannya. Ketika ada tujuan yang hendak diraih lahirlah berbagai ide dan pemikiran. Orang akan bersemangat meraihnya. Dan perasaan frustasi mulai menyusut di hadapan tujuan besar sampai hilang.
o       Hilangnya konsentrasi: Apabila Anda kehilangan konsentrasi maka Anda tidak akan bisa berpikir selama-lamanya. Kondisi ini baru akan diketahui ketika ditanya tentang sesuatu. Ketika Anda menanyakan masalah yang sedang dihadapinya, namun karena ia tidak konsentrasi dengan Anda dan pertanyaan Anda, ia akan mengatakan apa saja yang bisa memalingkan Anda dari pertanyaan tersebut. Adapun apabila Anda menanyakannya pada orang lain akan Anda mendapatinya berusaha menjawabnya dan mencari solusiya dan mendorong Anda untuk menemukan sesuatu yang sesuai dengan Anda sekalipun tidak mengetahuinya. Dan bisa jadi mendiskusikannya dengannya akan membantu Anda menemukan solusi sendirian. Ini berkaitan dengan konsentrasi/perhatian. Namun coba bayangkan ada orang yang kehilangan konsentrasinya dengan segala sesuatu kecuali dirinya sendiri, nalurinya, atau ambisi-ambisinya, apa yang akan Anda petik darinya?
Sifat-sifat Agresif (‘Udwaniyah)
Sifat-sifat ini membuat mata Anda tertuju hanya pada satu hal sehingga Anda tidak melihat lainnya betapapun jelasnya hal lain tersebut.
v    Ta’ashub (fanatik) terhadap pendapat yang diadopsinya;
v    tamak terhadap apa yang diinginkannya;
v    sombong dan tertipu diri sendiri

o       Ta’ashub (fanatik)
Ta’ashub membuat seluruh dunia seolah-olah tiada. Yang ada di akal Anda hanya pendapat yang ia fanatiki. Oleh karena itu sifat ini membuat proses berpikir normal tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa jadi faktanya sangat jelas bagi mayoritas orang dan sangat logis, namun orang yang fanatik tetap tidak mampu membebaskan dirinya dari cara pandangnya yang sangat sempit. Cara pandang yang ia gunakan untuk melihat segala sesuatu dengan tujuan supaya dirinya terletak di luar bingkai dan melihat segala perbuatannya dengan pandangan netral sehingga ia melihatnya dengan sebenarnya. Ta’ashub tertolak dalam banyak hal. Bukankan mereka mengatakan cinta itu buta, bermadzhab itu bentuk fanatik, mendukung secara membabi buta kepada satu klub olah raga juga demikian. Sampai dalam masalah ilmu, Anda tidak akan bisa menjadi seorang ulama terhormat seandainya Anda fanatik terhadap pendapat tertentu dan Anda melalaikan bahwa fakta sebenarnya menyelisihi pendapat yang Anda pegang kuat-kuat. Dalam masalah peradilan, seandainya seorang qadhi (hakim) fanatik karena si tertuduh tidak manarik hatinya maka ia akan mengabaikan bukti apapun yang bisa membebaskan si tertuduh dari tuduhan terhadap dirinya, bisa jadi ia akan memvonisnya dengan vonis zalim. Dalam kehidupan, terkadang kami menemui beberapa orang yang Anda tuduh dengan tuduhan tertentu tanpa bukti disebabkan “katanya, katanya” sehingga Anda akan menyakiti orang lain tanpa alasan yang benar.
o       Tamak terhadap apa yang diinginkannya
Ketika Anda punya ambisi besar maka kerakusan Anda akan menonaktifkan akal Anda dan Anda akan mencari apa yang Anda inginkan dengan segala cara sampai ketika Anda mendapatkannya Anda menikmati apa yang Anda inginkan tanpa bisa Anda rencanakan dengan benar dan untuk jangka panjang. Ada orang yang menginginkan harta benda dan menginginkan hidup enak dan menyenangkan. Namun, ia tidak mencarinya dari sumber-sumbernya yang syar'i. Dengan begitu, maka ia sama dengan telah menyia-nyiakan hajatnya sampai seandainya ia mampu melepaskan diri dari kebutuhannya tersebut dalam beberapa hari. Karena Allah Dzat Pemberi rizki yang memiliki rizki dan memberikannya. Tidak masuk logika apabila Anda bermaksiat kepada-Nya untuk mendapatkan apa yang tidak akan pernah Anda dapatkan kecuali dari-Nya. Tindakan yang logis adalah Anda menaati-Nya dalam segala hal sekalipun Anda menganggap bahwa taat kepada-Nya bertentangan dengan kepentingan Anda. Anda taat kepada-Nya dengan menghindari harta haram atau Anda berbisnis dengan cara yang Allah ridahi dan membisniskan apa yang Allah ridhai. Ridha Allah bukan hanya dengan pergi haji dengan harta Allah yang diketahui asalnya dari mana. Tetapi, ibadah kepada Allah yang membuat-Nya ridha adalah Anda hidup di setiap waktu dengan menjalankan syariat-syariat-Nya, hidup selalu di atas ketaatan dan kecintaan kepada-Nya, bekerja dengan profesional, memberikan hak kepada yang berhak mendapatkannya, amar ma’ruf nahi mungkar, membantu orang lemah, menghilangkan kezaliman, dan lain sebagainya. Dengan itu semua Allah akan memberi Anda pahala di dunia dan akhirat.
o       Sombong dan tertipu
Sifat ini menjadikan orang hanya memperhatikan dirinya sendiri saja. Sampai ia melihat orang lain kecil dan remeh dibanding dirinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sombong adalah menolak kebenaran dan menermehkan orang lain.” Oleh karena itu sombong membuat Anda menjadi orang yang berpikiran dangkal. Tidak bisa menerima pendapat orang lain sekalipun mereka mengatakan kebenaran. Karena Anda melihat diri Anda lebih besar darinya. Oleh sebab itu dalam kenyataannya Anda akan selalu mendapatkan orang sombong dan tertipu dengan dirinya sendiri menjadi manusia paling rendah. Karena manusia akan selalu belajar sampai ajal menjemput. Setiap hari akan mendapat sesuatu yang baru. Apabila usia sudah menginjak tua maka sumber ilmu pasti akan berasal dari orang yang lebih muda daripadanya. Apabila ia sombong tidak mau mengambil ilmu dari mereka maka ia akan menjadi orang bodoh, tidak mengetahui ilmu tersebut, dan nilainya akan berkurang di hdapan orang lain. Apabila orang mampu melepaskan diri dari belenggu kesombongannya dan mau mengambil ilmu dari siapa saja siapa pun dia maka ia akan menjadi orang yang paling berilmu di antara mereka. Namun, hanya dengan sekadar kesombongannya maka dengan itu ia akan menjadi orang yang paling rendah.
Manusia paling buruk adalah yang terkumpul pada dirinya
sebagian sifat tersebut atau seluruhnya.

Anda telah sampai pada kesimpulan, bahwa yang terbaik adalah tidak berdebat dengan mereka atau masuk dalam debat kusir dengan mereka. Karena terlibat langsung debat kusir dengan mereka membuat derajat Anda turun pada tingkatan manusia yang rendah yang mereka biasa berdiskusi[1] dengan gaya orang-orang bermental rendahan tersebut. Ketika Anda berdebat dengan mereka Anda akan terpaksa mundur, cepat atau lambat, karena Anda tidak akan mampu membuat puas orang yang tidak mau menerima pendapat Anda. Dengan logika Anda hanya akan mampu membuat puas orang yang mau mendengarkan Anda dan memikirkan apa yang Anda katakan.
Orang yang berpikir mendalam atau orang yang bijak juga harus tahu kapan saat untuk berpikir dan kapan saat mengambil berbagai topik pembicaran apa adanya serta kapan saat menahan diri dari menyatakan idenya dan mengambil solusi jalan tengah demi mencegah berbagai mafsadat (kerusakan).
Sedangkan obat berpikiran dangkal adalah dengan mebiarkan manusia menghadapi apa saja yang membatasi kebebasannya untuk berpindah dari suatu pemikiran kepada pemikiran yang lain yang menyelisihi pemikiran pertama dan dalam ketidakmampuannya menerima pendapat orang lain. Ia harus memulai mengatasi sifat-sifat yang menghalangi kebebasannya tersebut satu demi satu. Orang yang berpikiran mendalam atau bijaksana mampu mendengar semua orang dan tidak reaksional dengan apa yang didengarnya. Justru ia memikirkan apa yang dikatakan kepadanya dan menempatkan dirinya sebagai orang lain untuk dapat mengetahui bagaimana sisi pandang orang lain. Dengan itu ia akan dikatahui logika yang dapat membuat orang yang ada di hadapannya menerima pendapatnya atau bisa jadi akan diketahui bahwa sebenarnya pendapatnya salah sehingga ia akan mengoreksinya.
Betapa banyak kasus dalam kehidupan sehari-hari yang di sana tidak ada jawaban: ya atau tidak, tidak pula: salah dan benar. Tetapi adanya antara dua jawaban yang sangat kontradiksi. Dan masih banyak lagi kasus yang mengharuskan kita untuk lebih banyak bersikap toleran.
http://www.alameron.com/1091.html


[1] Atau bahasa lebih pantasnya, ketika mereka berdebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar