Sabtu, 29 Januari 2011

Memahami Tawhid: Sebuah Kajian Awal

Oleh, M. Ridho[1]

1.         Pendahuluan
Tawhid dikenal dan diakui sebagai hal yang paling penting dan paling mendasar posisinya dalam Islam. Kedudukannya paling urgen untuk diketahui dan diamalkan, serta paling berperan dalam kehidupan seorang muslim. Kesepakatan akan tawhid ini adalah kesepakatan yang syar`i yang wajib diketahui dasar hukumnya dan mandub untuk dipelajari rincian dan fadhilah-fadhilahnya.

Diantara kaum muslimin muncul berbagai pemahaman dan pemikiran berkaitan dengan tawhid. Oleh karena itu, menjadi penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal tersebut. Makalah ini akan mengulas persoalan-persoalan paling mendasar yang sederhana, tapi kurang mendapat perhatian oleh kebanyakan muslimin.

2.         Definisi Istilah Tawhid

Tawhid dalam bahasa Arab adalah mashdar dari kata kerja wahhada (وَحَّدَ) yang berarti salah satu dari dua arti[2]:
1. Mengumpulkan berbagai hal yang terpisah dan terpecah belah menjadi bersatu. Seperti apabila ada pemimpin fulan datang pada kabilah-kabilah yang terpecah belah dan bermusuhan terus ia menyatukan mereka semua sehingga bersatu. Ini disebut tawhid.
2. Mengetahui sesuatu yang satu atau kesatuan atau keesaan sesuatu dan mengakuinya. Wahhadtu Allaha tawhiidan (وَحَّدْتُ اللهَ تَوْحِيدًا) artinya mengetahui bahwasanya Dia itu satu dan saya mengakuinya.

Sedangkan tawhid yang dimaksud dalam makalah ini adalah tawhid yang maknanya tersebar dibanyak kitab turats, aqidah, fiqh dan banyak tempat dalam khasanah keilmuan Islam. Makna tawhid inilah yang diajarkan oleh para ulama dan didakwahkan oleh kaum muslim.

Tawhid adalah mengesakan Allah dengan beribadah hanya kepada-Nya semata. Ibadah merupakan tujuan penciptaan alam semesta ini.

3.         Dalil-dalil Disyariatkannya Istilah Tawhid

Senin, 17 Januari 2011

Koreksi Terhadap Konsep Maslahat dan Fitnah

Oleh, Dr. Sa’ad Al-Faqih 
(Pimpinan Harokah Islamiyah lil Ishlah / Gerakan Islam Untuk Reformasi)


Masalah fitnah dan maslahat termasuk masalah yang jadi bahan permainan rezim berkuasa (penguasa) dan para ulamanya yang tidak ikhlas kepada Allah Ta'ala –sebagaimana hal ini akan nampak jelas bagi para pembaca dan orang-orang yang obyektif-- dalam berkhidmah terhadap agama ini.

Mereka malah ‘ikhlas’nya kepada penguasa dan mendahulukan kehendaknya daripada kehendak Allah Ta'ala. Mereka punya persiapan untuk memalsukan istilah-istilah dan konsep-konsep, membolak-balik maknanya, menjadikan yang benar menjadi batil dan yang batil menjadi benar. Wal ‘iyyadzubillah.

Di antara istilah-istilah yang berhasil dipermainkan mereka adalah istilah fitnah dan maslahat. Kedua istilah tersebut berhasil mereka ubah, simpangkan dan selewengkan maknanya agar rezim berkuasa dapat menggunakannya untuk mengokohkan palsunya legalitas kekuasaan mereka dan menteror segala upaya untuk membongkar kepalsuan tersebut. Talbis (pengaburan makna) dari ulama penguasa terhadap masyarakat semakin menambah masalah ini semakin runyam. Mereka melariskan beberapa istilah yang tidak jelas maknanya yang terlanjur tersebar luas dan dihafal masyarakat. Mereka menjadikan istilah-istilah tersebut sederajat dengan nash-nash yang qath’i sehingga dijadikan sandaran fatwa dan sikap.