Shaikh Abu Majid al-Mas`ariy
Pasal 1:
Islam terwakili dalam wahyu yang diturunkan yang maksum (al-wahyu al-munazzal al-ma’shum). Wahyu tersebut semuanya sama dalam hal kemaksuman dan kekuatannya sebagai hujah. Ia terdiri dari:
1) Al-Qur'an, yaitu kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Muhammad SAW dengan lafal dan hurufnya. Sebagaimana tertulis antara dua sampul di lembaran-lembaran mushaf, terjaga dalam hafalan di dada, dibaca oleh lisan, terekam di kaset-kaset dan alat-alat perekam lainnya, ditransfer dari beliau SAW melalui tulisan dan langsung dari lisan beliau dengan derajat penukilan mutawatir, yang melahirkan ilmu yang qath’i dan dharuri bagi seluruh manusia, muslim dan kafir. lafalnya merupakan mukjizat dan membacanya adalah ibadah.
2) As-Sunnah an-nabawiyah (sunnah nabi), yaitu sabda-sabda (termasuk isyarat), perbuatan-perbuatan, dan ketetapan-ketetapan Nabi SAW. Ia juga wahyu dari Allah SWT secara makna. Rasulullah SAW mengungkapkannya dengan kata-kata atau isyarat-isyarat beliau (isyarat-isyarat yang menggantikan posisi kata-kata). Demikian juga beliau SAW mengungkapkan dengan perbuatan beliau atau pengakuan beliau (yaitu dengan diamnya beliau terhadap suatu perkara) ketika beliau melihatnya atau informasinya sampai kepada beliau, yang diamnya tersebut menunjukkan pengakuan atau kerelaan atau tidak adanya pengingkaran.
Pasal 2:
Perbuatan dan pengakuan Nabi SAW hanya menunjukkan bahwa perbuatan tersebut tidak haram bagi umatnya, ia hanya mubah (boleh). Kemudian, untuk mengetahui apakah hukumnya wajib, sunnah atau makruh maka harus ada dalil tersendiri yang menunjukkannya.
Sedangkan apa yang ditinggalkan beliau SAW bukanlah termasuk as-sunnah. Karena meninggalkan berarti tidak melakukan dan ini bukan hujjah atas apa pun. Adapun ketika beliau SAW meninggalkan suatu perbuatan tertentu setelah melakukannya sekali atau beberapa kali, maka itu hanya menunjukkan tidak wajibnya perbuatan tersebut. Sehingga harus ada dalil lain tersendiri yang menunjukkan perbuatan yang ditinggalkan tersebut haram, makruh atau mubah, atau bahkan sunnah (mustahab?). Ketika beliau SAW meninggalkan suatu perbuatan sebelum melakukannya (yaitu tekadnya untuk melakukan suatu perbuatan kemudian meninggalkannya sehingga tidak jadi melakukannya) tidak menunjukkan kecuali atas tidak wajibnya perbuatan tersebut, hanya itu. Jadi harus ada dalil tersendiri untuk mengetahui apakah perbuatan yang ditinggalkan tersebut haram, makruh, atau mubah atau bahkan sunnah (mustahab?).
Pasal 3:
Wahyu yang diturunkan yang maksum semuanya terjaga. Adz-Dzikr al-mahfuzh (adz-dzikr yang terjaga) sama dengan wahyu yang diturunkan yang maksum. Bukan hanya Al-Qur'an saja yang terjaga, tetapi As-Sunnah juga terjaga. Al-Qur'an terjaga dari sisi kata per kata, huruf per huruf, harakat per harakat, karena ternukil secara mutawatir. Al-Qur'an adalah yang terdapat di lembaran-lembaran mushaf Al-Qur'an. Selain itu bukanlah Al-Qur'an yang diturunkan secara mutlak, kecuali nash Al-Qur'an yang lafalnya sudah mansukh, sebagaimana tercantum dalam berbagai riwayat. Ketika itu maka ia bukanlah Al-Qur'an sehingga tidak boleh ditulis dalam mushaf Al-Qur'an.