Kamis, 22 Desember 2011

Kutipan Kitab Kuning Tentang Jihad dan Mujahidin

TENTANG JIHAD
باب الجهاد فتح المعين – ج 4 / ص 206
باب الجهاد (هو فرض كفاية كل عام) ولو مرة إذا كان الكفار ببلادهم، ويتعين إذا دخلوا بلادنا كما يأتي: وحكم فرض الكفاية أنه إذا فعله من فيهم كفاية سقط الحرج عنه وعن الباقين. ويأثم كل من لا عذر له من المسلمين إن تركوه وإن جهلوا.
Kitab Fathul Mu’in Bab Jihad (juz 4 halaman 206)

BAB JIHAD :
Jihad hukumnya Fardhu Kifayah SETIAP TAHUN, walaupun hanya sekali (dalam setahun), jika orang-orang kafir berada di negeri mereka. Dan (hukumnya) berubah menjadi fardhu ‘Ain jika mereka (orang-orang kafir) memasuki (menyerang) Negara kita sebagaimana akan kami jelaskan lebih lanjut.
Sedangkan maksud hukum Fardhu Kifayah  adalah jika sebagian kaum muslimin telah melaksanakan kewajiban ini sebagai syarat kifayah (kecukupan minimal) maka kewajiban itu telah gugur darinya dan dari kaum muslimin lainnya. NAMUN BAGI ORANG YANG MEMILIKI KEMAMPUAN DAN TIDAK ADA UDZUR IA BERDOSA JIKA MENINGGALKAN KEWAJIBAN INI WALAUPUN MEREKA INI ORANG-ORANG YANG JAHIL (BODOH DAN TIDAK MENGETAHUI HUKUMNYA).
Matan (redaksi) dalam kitab Fathul Mu’in ini diterangkan lebih lanjut dalam Kitab I’anatut Thalibin yang merupakan Syarah (penjelasan) dari Kitab tersebut, sebagai berikut :
إعانة الطالبين – ج 4 / ص 05) 
باب الجهاد أي باب في بيان أحكام الجهاد : أي القتال في سبيل الله
قوله: إذا كان الكفار ببلاده -  قيد لكونه فرض كفاية : أي أنه فرض كفاية في كل عام إذا كان الكفار حالين في بلادهم لم ينتقلوا عنها.
قوله: ويتعين – أي الجهاد، أي يكون فرض عين، والملائم أن يقول وفرض عين الخ.
وقوله: إذا دخلوا بلادنا -  أي بلدة من بلاد المسلمين ومثل البلدة القرية وغيرها

Kitab I’anatut Thalibin juz 4 hal 205
Bab Jihad : Maksudnya adalah bab yang menjelaskan tentang hukum-hukum jihad (yang maksudnya) yaitu QITAL fi sabilillah (Perang di jalan Allah)
  • “jika orang-orang kafir berada di negeri mereka” : Ini sebagai syarat atau ketentuan, karena hukumnya Fardhu kifayah. Maksudnya adalah bahwa hukum jihad itu fardhu kifayah dalam setiap tahun jika orang-orang kafir berada di negeri mereka dan tidak pindah dari sana.
  • “Dan (hukumnya) berubah menjadi Fardhu ‘Ain” : maksudnya adalah jihad, menjadi Fardhu Ain. Kalimat “wayata’ayyan” ini sama artinya dengan Fardhu Ain
  • “jika mereka (orang-orang kafir) memasuki (menyerang) Negara kita” : Maksudnya adalah salah satu negeri di antara negeri-negeri kaum muslimin. Dan sudah cukup disamakan dengan negeri (jika mereka masuk) sebuah desa atau semisalnya.
  
TENTANG PENGUASA MURTAD
قال في تفسير قوله تعالى {وما أرسلنا من رسول إلاّ ليُطاع بإذن الله} [النساء: 64] : «وكأنّه احتجّ بذلك على أنّ الذي لم يرضَ بحكمه -وإن أظهر الإسلام- كان كافراً مستوجب القتل، وتقريره أنّ إرسال الرسول لمّا لم يكن إلاّ ليطاع، كان من لم يطعه ولم يرض بحكمه، لم يقبل رسالتَه، ومن كان كذلك كان كافراً مستوجب القتل» – أنوار التنزيل وأسرار التأويل للإمام البيضاوي، 1/222
Beliau menafsirkan ayat :
Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah”.(QS An Nisa’ 64)
“…Dengan ayat ini sepertinya Allah ingin menegaskan bahwasanya barangsiapa yang tidak ridho dengan hukum (keputusan) yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam –walaupun ia menampakkan keislamannya- ORANG INI TELAH KAFIR DAN WAJIB DIBUNUH (DIPERANGI). Penegasan ini (dapat kita pahami dari ayat di atas) bahwasanya diutusnya seorang Rasul tidak ada tujuan lain kecuali agar ia dipatuhi dan diikuti. Oleh karena itu barangsiapa yang tidak mau patuh dan ridho dengan ketetapan dan hukum yang telah diputuskannya, tidak mau menerima risalahnya, orang seperti ini TELAH KAFIR DAN WAJIB DIBUNUH (DIPERANGI)”
(Anwarut Tanzil Wa Asrarut Ta’wil – Imam Baidhowy juz 1 hal 222)

CATATAN :
Kitab Fathul Mu’in, I’anatut Thalibin dan Tafsir Baidhowy adalah rujukan utama kaum Nahdhiyyin dan menjadi salah satu Kitab yang wajib diajarkan di semua pesantren mereka.
Al Faqir Ilallah
Abu Izzuddin Al Hazimi

Sabtu, 29 Januari 2011

Memahami Tawhid: Sebuah Kajian Awal

Oleh, M. Ridho[1]

1.         Pendahuluan
Tawhid dikenal dan diakui sebagai hal yang paling penting dan paling mendasar posisinya dalam Islam. Kedudukannya paling urgen untuk diketahui dan diamalkan, serta paling berperan dalam kehidupan seorang muslim. Kesepakatan akan tawhid ini adalah kesepakatan yang syar`i yang wajib diketahui dasar hukumnya dan mandub untuk dipelajari rincian dan fadhilah-fadhilahnya.

Diantara kaum muslimin muncul berbagai pemahaman dan pemikiran berkaitan dengan tawhid. Oleh karena itu, menjadi penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal tersebut. Makalah ini akan mengulas persoalan-persoalan paling mendasar yang sederhana, tapi kurang mendapat perhatian oleh kebanyakan muslimin.

2.         Definisi Istilah Tawhid

Tawhid dalam bahasa Arab adalah mashdar dari kata kerja wahhada (وَحَّدَ) yang berarti salah satu dari dua arti[2]:
1. Mengumpulkan berbagai hal yang terpisah dan terpecah belah menjadi bersatu. Seperti apabila ada pemimpin fulan datang pada kabilah-kabilah yang terpecah belah dan bermusuhan terus ia menyatukan mereka semua sehingga bersatu. Ini disebut tawhid.
2. Mengetahui sesuatu yang satu atau kesatuan atau keesaan sesuatu dan mengakuinya. Wahhadtu Allaha tawhiidan (وَحَّدْتُ اللهَ تَوْحِيدًا) artinya mengetahui bahwasanya Dia itu satu dan saya mengakuinya.

Sedangkan tawhid yang dimaksud dalam makalah ini adalah tawhid yang maknanya tersebar dibanyak kitab turats, aqidah, fiqh dan banyak tempat dalam khasanah keilmuan Islam. Makna tawhid inilah yang diajarkan oleh para ulama dan didakwahkan oleh kaum muslim.

Tawhid adalah mengesakan Allah dengan beribadah hanya kepada-Nya semata. Ibadah merupakan tujuan penciptaan alam semesta ini.

3.         Dalil-dalil Disyariatkannya Istilah Tawhid

Senin, 17 Januari 2011

Koreksi Terhadap Konsep Maslahat dan Fitnah

Oleh, Dr. Sa’ad Al-Faqih 
(Pimpinan Harokah Islamiyah lil Ishlah / Gerakan Islam Untuk Reformasi)


Masalah fitnah dan maslahat termasuk masalah yang jadi bahan permainan rezim berkuasa (penguasa) dan para ulamanya yang tidak ikhlas kepada Allah Ta'ala –sebagaimana hal ini akan nampak jelas bagi para pembaca dan orang-orang yang obyektif-- dalam berkhidmah terhadap agama ini.

Mereka malah ‘ikhlas’nya kepada penguasa dan mendahulukan kehendaknya daripada kehendak Allah Ta'ala. Mereka punya persiapan untuk memalsukan istilah-istilah dan konsep-konsep, membolak-balik maknanya, menjadikan yang benar menjadi batil dan yang batil menjadi benar. Wal ‘iyyadzubillah.

Di antara istilah-istilah yang berhasil dipermainkan mereka adalah istilah fitnah dan maslahat. Kedua istilah tersebut berhasil mereka ubah, simpangkan dan selewengkan maknanya agar rezim berkuasa dapat menggunakannya untuk mengokohkan palsunya legalitas kekuasaan mereka dan menteror segala upaya untuk membongkar kepalsuan tersebut. Talbis (pengaburan makna) dari ulama penguasa terhadap masyarakat semakin menambah masalah ini semakin runyam. Mereka melariskan beberapa istilah yang tidak jelas maknanya yang terlanjur tersebar luas dan dihafal masyarakat. Mereka menjadikan istilah-istilah tersebut sederajat dengan nash-nash yang qath’i sehingga dijadikan sandaran fatwa dan sikap.