Pendahuluan
Sunnah Nabi
yang suci telah menghadapi gempuran dari para hamba pemikiran Barat.
Mereka, dengan sekuat tenaga dan upaya berusaha membunuh dan
mematikannya. Beragam cara mereka lakukan, dan beragam jalan mereka
tempuh, untuk mencapai tujuan itu.
Ada yang
berusaha mengembangkan sikap skeptis terhadap sunnah. Yaitu dengan
meragukan keabsahan seluruh sunnah, atau sunnah yang terucapkan saja
–dan ini adalah bentuk sunnah yang terbesar– atau juga meragukan
periwayat-periwayat yang masyhur, seperti Abu Hurairah r.a.
Ada yang
berusaha meragukan keabsahan sunnah sebagai sumber hukum Islam dan
pembentukan ajarannya. Mereka berkata, kita cukup berpegang kepada Al
Quran saja!.
Adapula yang
berusaha menghancurkan sunnah dengan sunnah sendiri. Yaitu dengan
mengambil sebagian hadist dan meletakkannya bukan pada tempatnya.
Kemudian dijadikan sebagai dalil bagi apa yang tidak sesuai dengan
kandungan sunnah itu sendiri.
Hadits yang Diletakkan Bukan Pada Tempatnya
Di antara
hadits-hadits yang diletakkan bukan pada tempatnya, dan digunakan untuk
tujuan yang buruk, adalah: Hadits masyhur yang diriwayatkan oleh
Muslim dalam masalah pembuahan pohon kurma. Hadits itu, dalam sebagian
riwayat berbunyi:
“Kalian lebih tahu tentang perkara dunia kalian.” [Hadist ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Sahih-nya, dalam kitab Al Fadlail, dari riwayat Thalhah, Rafi' bin Khudaij, A'isyah, dan Anas r.a. (hadist-hadist no. 2361-2363) dari Shahih Muslim, tahqiq Muhammad Fu'ad Abdul Baqy. Akan disebutkan riwayatnya secara lengkap pada halaman selanjutnya]
Sebagian
dari mereka ada yang berusaha menafikan adanya sistem politik dalam
Islam secara total, dengan berdasarkan hanya satu hadits ini saja.
Karena, menurut mereka, masalah politik, baik pokok maupun parsialnya,
adalah urusan duniawi kita, maka otomatis kita lebih tahu tentangnya.
Wahyu tidak mempunyai kompetensi untuk memberikan aturan dan petunjuk
dalam masalah ini. Bagi mereka, Islam adalah agama tanpa negara, dan
aqidah tanpa syari’ah!.
Sebagian
yang lain berusaha menafikan adanya sistem ekonomi dalam Islam, juga
dengan bersandarkan pada satu hadits ini!. Seorang sahabat pernah
berdialog denganku pada seperempat abad yang lalu. Ia menafikan Islam
mempunyai teori ekonomi, baik secara hukum, aturan dan praktek. Salah
satu landasannya yang paling kuat adalah hadits ini. Aku telah merekam
dialog tersebut, dan aku sebutkan dalil-dalil yang ia pergunakan–lebih
tepatnya alasan-alasan yang dibuat-buat–, kemudian aku bantah semua
dalil-dalil itu pada salah satu buku yang aku tulis.
Yang
terpenting, ada sebagian orang yang ingin menghancurkan seluruh
hadits-hadits yang tercatat dalam kitab-kitab hadits, yang mengatur
masalah perdagangan, mu’amalah, hubungan sosial, ekonomi dan politik
hanya dengan satu hadits ini saja. Seakan-akan Rasulullah Saw.
mensabdakan hadits ini untuk menasakh ‘menghapus’ seluruh sabda,
perbuatan dan persetujuannya yang lain, yang tercatat sebagai hadits
yang suci!.
Sikap
ekstreem sebagian manusia ini mendorong seorang ulama besar, seperti
muhaddits Syeikh Ahmad Syakir, memberikan komentar atas hadits ini,
dalam Musnad Imam Ahmad [Lihat: Komentar atas hadits nomor 1395 dari
kitab Musnad Ahmad, dengan tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, cet. Daar
Ma'arif.] Ia berkata: “Hadits ini telah didengung-dengungkan oleh
orang-orang atheis Mesir dan orang-orang yang terbaratkan, seperti para
budak orientalis dan murid para missionaris, sebagai dalil untuk
menyerang ahli sunnah dan orang-orang yang mendukung sunnah, serta
orang-orang yang bergelut dalam bidang syari’ah Islam. Mereka berusaha
menghapus seluruh sunnah, dan mengingkari syari’ah Islam, dalam
mengatur mu’amalah, tatanan sosial, dan sebagainya. Mereka berpendapat
bahwa semua itu adalah urusan dunia. Dengan berdasarkan pada hadist
yang diriwayatkan oleh Anas:
“Kalian
lebih tahu tentang urusan dunia Kalian”. Allah SWT lebih tahu bahwa
mereka tidak mempercayai pokok agama, ketuhanan dan risalah kenabian.
Serta dalam diri mereka tidak mempercayai Al Quran. Jikapun dari mereka
itu ada yang beriman, maka ia hanya berimana di ujung lidahnya saja,
sedangkan hatinya mengimani yang sebaliknya. Mereka tidak beriman
dengan sepenuh keyakinan, namun semata karena taklid dan takut saja.
Maka jika ada suatu kandungan syari’ah Islam, Al Quran dan sunnah yang
bertentangan dengan apa yang mereka pelajari di Mesir atau di Eropa,
mereka tanpa ragu-ragu mengagungkan dan memihak kepada apa yang ada di
Eropa. Mereka segera memilih apa yang mereka pelajari dari guru-guru
mereka, dan apa yang disenangi oleh hati mereka!. Kemudian, setelah
itu, mereka menisbahkan diri mereka, atau orang menisbahkan mereka
kepada Islam !!.
Hadits
tersebut amat jelas, tidak bertentangan dengan Al Quran, dan tidak
menjadi landasan untuk menafikan sunnah sebagai sumber hukum dalam
segala urusan. Karena hadits tersebut datang dalam masalah pembuahan
kurma. Ketika, pada suatu saat Rasulullah Saw. Bersabda: “Aku pikir,
perbuatan itu tidak akan menghasilkan apa-apa”. Sabda Rasulullah Saw.
tersebut tidak bermuatan larangan atau perintah. Dan tidak sedang
menyampaikan pesan dari Allah SWT Serta beliau tidak menjadikannya
sebagai sunnah, sehingga maknanya terus meluas dan menjadi landasan
untuk merobohkan pokok syari’ah Islam.”
Makna: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”
Maka, apa makna hadits ini: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian?”
Maknanya
amat jelas. Yaitu agama tidak turut campur dalam urusan-urusan manusia
yang didorong oleh insting dan kebutuhan duniawinya. Kecuali jika telah
terjadi sikap berlebihan, mengurangi atau penyimpangan. Dan agama akan
turut campur tangan untuk mengaitkan seluruh gerak manusia –yang
bersipat insting atau biasa– dengan tujuan-tujuan Rabbaniah yang luhur
serta akhlak yang mulia. Kemudian memberikan tuntunan etika kemanusian
yang luhur dalam melaksanan semua tugas tersebut, sehingga membedakan
manusia dari hewan.
Kami akan berikan beberapa contoh tentang perkara keduniaan, serta sikap Islam terhadapnya.
1. Perang
Perang,
Misalnya. Islam datang menentukan tujuan-tujuan berperang,
memerintahkan manusia untuk bersiap menghadapi peperangan, bersikap
waspada terhadap musuh, serta menyiapkan segala kekuatan untuk itu.
Seperti firman Allah SWT
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap-siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! “. ( QS. An-Nisa: 71)
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu “. ( QS. Al Anfal: 60 )
“Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus”. ( QS. An-Nisa: 102)
Dan sabda Rasulullah Saw:
“Ketahuilah, kekuatan adalah dalam memanah (menombak, menembak).” [Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari hadits 'Uqbah bin 'Amir, dalam kitab Al Imarah dengan nomor: 1917]
“Barangsiapa telah belajar memanah [menombak, menembak] kemudian ia melupakannya, berarti ia telah kufur ni’mat.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Daud, An-Nasai, dan Hakim mensahihkannya serta disetujui oleh Adz-Dzahabi. Seperti tertulis dalam Al Mustadrak 2/95 dari hadits 'Uqbah bin 'Amir. Lihatlah buku kami: Al Muntaqa min at-Targhib wa at-Tarhib" juz 1 hal. 361-62]
“Barangsiapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka ia berada di jalan Allah.” [Hadits muttafaq alaih. Lihat: Al-Lu'lu wa al Marjan fima ittafaqa Syaikhan, Muhammad Fu'ad Abdul Baqi 1243, 1244. Yaitu dari hadits Abi Musa]
Serta memberikan landasan etika yang harus diikuti dalam berperang:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. ( QS. Al Baqarah: 190). Dalam hadits:
“Janganlah kalian bersikap tidak jujur (dalam masalah ghanimah), jangan pula berhianat, dan jangan menghancurkan mayat musuh, serta jangan pula membunuh anak kecil … dst.” [Hadits diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Buraidah dalam kitab Al Jihad, no. 1331]
Sedangkan
masalah macam senjata yang digunakan dalam berperang, cara membuatnya,
serta bagaimana mempergunakannya dan lainnya, semua itu bukan urusan
agama. Tetapi menjadi urusan dan tanggungjawab menteri pertahanan serta
pimpinan angkatan bersenjata.
Pada suatu
masa, senjata yang digunakan adalah pedang, tombak dan panah. Pada masa
selanjutnya manjanik (alat pelontar batu dan bara api, penj). Kemudian
berkembang menjadi senjata api dan mortir. Sementara pada masa
berikutnya menggunakan bom dan peluru kendali.
Pada suatu
masa, tentara menggunakan kuda. Pada waktu lain menggunakan gajah. Dan
pada masa berikutnya menggunakan tank, kapal udara atau kendaraan luar
angkasa.
Tuntunan agama bagi peperangan pada era kuda, sama dengan tuntunannya bagi peperangan luar angkasa.
Tujuannya sama: Yaitu untuk meninggikan kalimat Allah”. Adabnya sama. Yaitu:
“… dan janganlah kalian berhianat serta jangan pula menghancurkan mayat musuh.”
“… dan janganlah kalian berlebihan, karena Allah tidak menyukai orang yang bersikap berlebihan”.
Persiapan
kekuatan semampu mungkin, bersikap waspada terhadap musuh, serta
melatih umat, juga sama. Alat-alat dan perangkat dapat berubah,
sementara ajaran dan tujuannya adalah tetap.
2. Pertanian
Contoh lain adalah pertanian.
Islam
mendorong untuk memperhatikan profesi pertanian. Dan menjanjikan kepada
para petani ganjaran yang paling baik di sisi Allah SWT
“Setiap muslim yang menanam suatu tanaman atau suatu tumbuhan, kemudian tanamannya itu dimakan oleh burung, manusia atau hewan, maka itu akan menjadi sadaqah baginya.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Al Muzara'ah, dan oleh Muslim dalam kitah Al Masaqah, dari hadits Anas. Lihat: Al-Lu'lu wa al Marjan fima Ittafaqa Alaihi Asy-Syaikhan, Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, juz 2 no. 1001]
Akan tetapi
agama tidak turut campur untuk mengajarkan manusia bagaimana menanam,
apa yang ditanam, kapan menanam, dengan apa menamam, dan dengan apa
mengairi tanamannya itu. Apakah dengan timba, atau dengan alat mekanik,
dengan pengairan tradisional, dengan spray atau dengan cara lainnya.
Agama tidak
turut campur dalam masalah ini dan bukan bidangnya. Ini adalah urusan
kementrian pertanian dan instansi yang berkaitan!.
Alat
pertanian telah berkembang dengan pesat. Dimulai dari alat pertanian
yang ditarik kerbau menjadi mesin mekanik. Cara dan alat pengairanpun
telah berubah, dari ember-ember yang berputar menjadi alat-alat mekanik
modern. Dari pengairan dengan cara dialirkan menjadi penyemprotan
dengan spray. Namun, itu semua tidak merubah sikap dan ajaran agama
yang telah tetap.
3. Pengobatan
Contoh
lainnya, untuk menambah kejelasan, adalah tentang pengobatan. Sejak
zaman baheula manusia memahami penyakit sebagai suatu takdir yang
diberikan Allah SWT kepada manusia. Dan, apa yang telah ditakdirkan
oleh Allah pasti akan terjadi, dengan demikian apa manfaat berobat?
Nabi Saw. memperhatikan hal ini, dan menjelaskan kepada manusia bahwa
penyakit adalah dari Allah, dan obat juga dari Allah SWT
“Wahai hamba Allah: Berobatlah, karena Allah tidak hanya menurunkan penyakit, namun juga menurunkan obat. Kecuali bagi satu penyakit ini: Tua.” [Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan penulis kitab sunan yang lain, serta Ibnu Hibban dan Hakim dari Usamah bin Syarik. Seperti terdapat dalam kitab Al Jami' Shagir wa Ziadatuhu, no. 9734]
“Allah tidak hanya menurunkan penyakit, namun juga menurunkan obat.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud, seperti tertulis dalam kitab Al Jami' ash-Shagir, no. 5558]
“Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada barang yang diharamkan atasmu.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Ibnu Mas'ud secara mauquf dan mu'allaq, dalam Ath-Thibb. Kemudian Ibnu Syaibah menyambungnya dan sanadnya sahih]
Rasulullah
Saw. pernah ditanya tentang berobat: Apakah berobat akan merubah qadar
yang telah ditentukan?. Rasulullah Saw. Menjawab:
“Ia juga termasuk qadar Allah..” [Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmizi dalam bab-bab Ath-Thib no. 2066, cet. Himsha, ia berkata: Hadits ini hasan. Juga ia tulis dalam bab Al Qadar, no. 2149. Oleh Ibnu Majah dalam Ath-Thib no. 3437. Ahmad dalam Al Musnad 3/421. Serta Al Hakim dalam Al Mustadrak 4/199 dan 402 dan ia mensahihkannya. Dan Albani mensahihkan hadits ini dalam mentakhrijkan bukuku Musykilat Al Faqr Wa Kaifa 'Alajaha al Islam, no. 11]
Dengan
demikian, segera dapat dipahami, bahwa Rasulullah Saw. menganjurkan
untuk memelihara pisik dan menjaganya dari seluruh penyakit. Karena
pisik adalah bekal orang mu’min untuk berjihad dan untuk menunaikan
kewajibannya kepada Rabb-nya, dirinya, keluarga dan masyarakat
seluruhnya.
Sedangkan
masalah obat. Apa obat itu? Bagaimana membuatnya? Dari bahan apa?
Berapa ukurannya? Dan seterusnya… semua itu bukan urusan agama. Namun
urusan dan tanggungjawab kementrian kesehatan serta instansi yang
berkaitan.
Namun
anjuran agama untuk berobat, serta tidak berobat dengan barang yang
haram terus berlaku. Dan perintah untuk memelihara tubuh juga terus
berjalan, tidak terhapus atau tergantikan.
Inilah
pengertian dari hadits: “Kalian lebih tahu tentang urusan Kalian”.
Bukan maksudnya mengucilkan agama dari kehidupan duniawi.
sumber: http://sabdaislam.wordpress.com/2010/09/13/visi-hukum-dalam-sunnah-nabi-saw/